Sabtu, 31 Maret 2012

Hukum Islam


PENDAHULUAN


            Secara perinsip, kemunculan Nabi Muhammad SAW dengan membawa ajaran-ajaran egaliter, dapat nilai sebagai sebuah perubahan sosial terhadap kejahiliyyahan yang sedang terjadi didalam masyarakat, terutama system hukumnya, dengan wahyu dan petunjk dari Allah SWT.
            Hukum Islam merupakan perintah-perintah suci dari Allah SWT yang mengatur seluruh aspek kehidupan setiap muslim, dan meliputi materi-materi hukum secara murni serta materi-materi spiritual keagamaan. Melelui penelitian sejarah yang empiris, joseph schaclt menyambut hukum islam sebagai ringkasan dari pemikiran islam, islam yang sangat khas dan bahkan sebagai inti dari islam itu sendiri.
            Pada periode islam awal, yaitu periode islam di Mekkah, hukum  islam dimulai dengan tetap membiarkan praktek-praktek hukum yang telah ada didalam masyarakat. Namun kemudian, sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad Hamidullah, secara bertatap, berdasarkan wahyu (al-Qur’an) dan sunnah Nabi Muhammad SAW, system hukum yang telah menjadi kebiasaan dalam masyarakat jahiliyyah tersebut diperbaiki, dirombak dan bahkan diganti sama sekali dengan system hukum islam yang berbeda dalam kurang waktu sekitar dua puluh tiga tahun. 
            Makalah ini dibuat agar sebuah pemahaman bahwa hokum islam yang terlibat dengan sejarah manusia, dalam konteks ini dengan hokum jahiliyyah, merupakan sebuah gejala budaya dan bias diteliti dengan pendekatan ilmu budaya serta perangkat-perangkat metodologisnya. Yang menjadi pembahasan dalam makalah ini, diupayakan mampu menjauhkan diri dari sikap yang disebut Richard C. Lebih penting lagi, sisi yang memotret keberpihakan islam terhadap hokum mustadl’afin menjadi sebuah penyadaran penting yag kritis terhadap adanya perubahan social oleh hokum islam didalam masyarakat.

A. PRINSIP-PRINSIP HUKUM ISLAM
           
Syari’at islam adalah pedoman hidup yang diterapkan Allah SWT untuk mengatur kehidupan manusia agar sesuai dengan keinginan Al-Qur’an dan sunnah. Dalam kajian ilmu ushul fiqih, yang dimaksud dengan hukum islam ialah khitab (firman) Allah SWT yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf, atau dengan redaksi lain, hukum islam seperangkat aturan yang diterapkan secara langsung dan lugos oleh Allah atau ditetapkan pokok-pokoknya utuk mengatur hubungan antara manusia dan tugasnya, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam semesta. Adapun abu Zahra mengemukakan pandangannya, bahwa hukum adalah ketetapan Allah yang berhubungan dengan perbuatan orang-orang mukallaf baik berupa iqtida (tuntunan perintah atau larangan), takhyir (pilihan) maupun berupa wadh’i. ketetapan Allah.
            Secara etimologi (tata bahasa) perinsip adalah dasar, permulaan, aturan pokok. Juhaya S. praja memberiksn pengertian perinsip sebagai berikut: permulaan, tempat pemberangkatan, titik tolak, atau al-mabda. Adapun secara terminology prinsip adalah kebenaran universal yang inheren didalam hukum islam dan menjadi titik tolak pembinaanya, perinsip yang membentuk hokum dan setiap cabang-cabagnya. Prinsip hokum islam meliputi perinsip umum dan prinsip umum. Adapun perinsip-perinsip khusus perinsip-perinsip setiap cabang hukum islam.

Prinsip-prinsip hukum islam menurut Juhaya S. Praja sebagai berikut :

1. Prinsip Tauhid
            Tauhid adalah prinsip umum hukum islam. Prinsip ini menyatakan bahwa semua manusia ada dibawah satu ketetapan yang sama, yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan dalam kalimat La’ilaha illa Allah (Tidak ada tuhan selain Allah). Perinsip ini ditarik dari firman Allah QS. Ali Imran Ayat 64. Berdasarkan atas prinsip tauhid ini, maka pelaksanaan hokum islam merupakan ibadah. Dalam arti perhambaan manusia dan penyerahan dirinya kepada Allah sebagai manipestasi kesyukuran kepadanya. Dengan demikian tidak boleh terjadi setiap mentuhankan sesama manusia  dan atau sesama makhluk lainnya. Pelaksanaan hokum islam adalah ibadah dan penyerahan diri manusia kepada keseluruhan kehendaknya.
Berdasarkan perinsip tauhid ini melahirkan azas hokum ibadah, yaitu Azas kemudahan/meniadakan kesulitan. Dari aza hokum tersebut terumuskan kaidah-kaidah hukum ibadah sebagai berikut:
  1. Al-ashlu fii al-ibadati tuqifu wal ittiba’…. Yaitu pada pokoknya ibadah itu tidak wajib dilaksanakan, dan pelaksanaanya ibadah itu hanya mengikuti apa saja yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya;
  2. Al-masaqqah tujliu at-taysiir… kesulitan dalam melaksanakan ibadah akan mendatangkan kenudahan

2. Prinsip Keadilan
            Keadilan dalam bahasa salaf adalah sinonim al-mi’za’n (keseimbangan/moderasi). Kata keadilan dalam al-Qur’an kadang diekuifalensikan dengan al-qist. Al-mizan yang berarti keadilan didalam Al-Qur’an terdapat dalam QS. Al-Syura: 17 Al-Hadid:25
            Keadilan pada umumnya berkontraksi dalam penetapan hukum atau kebijaksanaan raja. Akan tetapi, keadilan dalam hokum islam meliputi berbagai aspek. Perinsip keadilan ketika dimaknai sebagai perinsip moderasi, menurut Wahbah Az-Zuhaili bahwa perintah Allah ditunjukan bukan karena esensinya, sebab Allah tidak mendapat keuntungan dari ketaatan dan tidak pula mendapatkan kemadaratan dari perbuatan maksiat. Namun ketaatan tersebut hanyalah sebagi jalan untuk memperluas dan cara pendidikan yang dapat membawa kebaikan bagi individu dan masyarakat.

3. Prinsip persamaan/Egalite
            Perinsip persamaan yang paling nyata terdapat dalam konstitusi Madinah (al-Shahifah), yakni prinsip islam menentang perbudakan dan penghisapan darah manusia atas manusia. Perinsip persamaa ini merupakan bagian penting dalam pembinaan dan pengembangan hukum islam dalam menggerakan dan mengontrol social, tapi bukan berarti pula mengenal stratifikasi social seperti komunis.


4. Perinsip At-Ta’awun
            Perinsip ini memiliki makna saling membantu anatara sesame manusia yang diarahkan sesuai prinsip tauhid, terutama dalam peningkatan kebaikan dan ketakwaan.

5. Prinsip Toleransi
            Preinsip toleransi yang dikehendaki islam adalah tolerani yang menjamin tidak terlanggarnya hak-hak islam danummatnya tegasnya toleransi hanya diterima apabila tidak merugikan agama islam.

Penggunaan perinsip hukum islam dalam Al-Qur’an diantaranya sebagai berikut :
  1. QS.Al-Maidah : 8…Manusia yang memiliki kecenderungan mengikuti hawa napsu, adanya adanya kecintaan dan kebencian memungkinkan manusia tidak bertindak adil dan mendahulukan kebatilan dari pada kebenaran
  2. QS.Al-An’am : 152… perintah kepada manusia agar berlaku adil dalam segala hal terutama kepada mereka yang mempunyai kekuasaan atau yang berhubungan dengan kekuasaan dan dalam bermasalah atau berdagang.
  3. QS.An-Nisa : 128… kemestiann berlaku adil kepada sesame istri
  4. QS.Al-Hujrat : 9…. Keadilan sesame muslim
  5. QS.Al-an’am : 52… keadilan yang berarti keseimbangan antara kewajiban yang harus dipenuhi manusia (mukalaf) dengan kemampuan manusia untuk menunaikan kewajiban tersebut.

B. AZAS-AZAS HUKUM ISLAM

            Azas secara etimologi memiliki makna adalah dasar, alas pedoman (Muhammad Ali, TT : 18). Adapun terminologinya Hasbi Ash-Shiddiqie mengungkapan bahwa hukum islam sebagai hukum yang lain mempunyai azas dan tiang pokok sebagai berikut:
  1. Azas Nafyul Haraji, meniadakan kepicikan, artinya hukum islam dibuat dan diciptakan itu berada dalam batas-batas kemampuan para mukallaf. Namun bukan berarti tidak ada kesukuran sedikitpun sehingga tidak ada tantangan, sehingga tatkala ada kesukaran yang muncul bukan hokum islam itu digugurkan melainkan melahirkan hukum Rukhsah.
  2. Azas Qilatu Taklif, tidak menyembunyikan taklifi, artinya hukum islam itu tidak memberatkan pundak mukallaf dan tidak menyukarkan.
  3. Azas Tadarraju, berharap (gradual), artinya pembinaan hokum islam berjalan setahap demi setahap disesuaikan dengan tahapan perkembangan manusia.
  4. Azas Kemuslihatan Manusia, hukum islam seiring dengan dan mereduksi sesuatu yang ada dilingkungannya.
  5. Azas Keadilan Merata, artinya hukum islam sama keadaanya tidak lebih melebihi bagi yang satu terhadap yang lainnya.
  6. Azas Estetika, artinya hkum islam memperbolehkan bagi kita tuk mempergunaka atau memperhatikan segala sesuatu yang indah.
  7. Azas Menetapkan Hukum Berdasar Urf yang berkembang dalam masyarakat hukum islam dalam penerapannya senantiasa memperhatikan adapt atau kebiasaan suatu masyarakat.
  8. Azas Syara menjadi Dzatiyah Islam artinya hukum yang diturunkan secara mujmal memberikan lapangan yang luas kepada para filusuf untuk berijtihad dan guna memberikan bahan penyelidikan dan pemikiran dengan bebas dan supaya hukum islam menjadi elastis sesuai dengan perkembangan peradaban manusia.
C. SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM
           
            Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, hukum adalah peraturan atau adapt yang seara resmi dianggap mengikat yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah. Adapun menurut ulama fikih, hokum adalah akibat yang ditimbulkan oleh tuntunan syariat (Al Quran dan Hadist). Berupa al wujub, al mandub, al hurmah, al karahah, dan al ibahah. Dengan demikian sumber-sumber hokum islam adalah sesuatu yang menjadi landasan dasar, acuan, atau rujukan dalam menetapakan perkara yang berdasarkan syariat islam. Qur’an dan Hadist adalah dua sumber hokum islam yang menjadi pokok atau landasan utama hukum dalam islam.

·      Al-Qur’an sebagai sumber hukum
Al-Qura’an sebagai sumber hukum memiliki tiga inti atau komponen dasar hokum, yaiu sebagai berikut:
  1. Hukum yang berhubungan dengan masalah akidah (keimanan) dan tercermin dalam rukun iman. Ilmu yang mempelajari tentang keimanan disebut ilmu tauhid, ilmu kalam, atau ilmu usuluddin.
  2. Hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah secara lahiriah, antara manusia dengan esamanya, dan dengan lingkungan sekitarnya. Hukum yang dapat dilihat yakni berupa pelaksanaan hokum islam yang disebut hokum syarak atau syariat atau disebut juga hukum amaliah. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut ilmu fikih.
  3. hukum yang berhubungan dengan perilaku atau akhlak manusia, baik sebagi makhluk individu ataupun makhluk social. Hukum ini tercermin dalam konsep perbuatan manusia yang dapat dilihat, mulai dari gerakan mulut, tangan, maupun kakinya. Ilmu yang mempelajarinya disebut ilmu akhlak.

D. HUKUM-HUKUM YANG ADA DALAM ALQUR’AN

Didalam kitab suci Al-Qur’an terdapat hukum-hukum yang bertujuan untuk mengatur kehidupan umat manusia untuk dapat hidup bahagia, tentram, makmur, sejahtera dan lain-laian.
1. Jinayat
Jinayat adalah segala macam dan jenis peraturan yang berhubungan dengan tindak criminal/kriminalitas dalam kehidupan keseharian manusia sepertimencuri, memfitnah, berzina, membunuh, dan lain sebagainya.
2. Muamalat/mu’amalat
Mu’amalat adalah hukum yang berisi peraturan perdata dalam masyarakat yakni syariat jual beli, pinjam meminjam, qiradh, ijarah, dan lain-lain
3.      Munakahat
Munakahat adalah peraturan-peraturan yang mengatur masalah pernikahan.
4. Faraidh
Faraidh adalah peraturan undang-undang yang mengatur pembagian harta pustaka
5. jihad
Jihad adalah segala bentuk aturan yang mengatur mengenai permasalahan perang, misalnya seperti harta rampasan perang, tawanan perang, dan lain-lain.


 PENUTUP

            Dengan latar belakang hukum jahiliyyah para islam yang rasialis, feudal dan praktis, islam lahir dan muncul dengan membawa perubahan hokum dengan karakter yang bertolak belakang dengan hukum jahiliyyah. Islam mengajarkan kesetaraan yang tergambar dari prinsip-prinsip dan hukum-hukumnya serta perilaku Nabi Muhammad SAW. Beserta para pengikutnya yang menghendaki adanya kehidupan egaliter. Pertentangan Quraisy terhadap islam yang berkaita erat dengan aspek keagamaan dan aspek social merupakan suatu kontra terhada system hukum islam yang egaliter. Dan sebagai implikasinya, pemahaman pemahaman terhadap hukum islam harus diikuti dengan kesadaran bahwa hukum isalm itu memiliki karakter egaliter dan hal tersebut merupakan sebuah social dari hukum jahiliyyah yang tidak egaliter menjadi hokum islam yang egaliter. Demikianlah kesimpulan dari makalah ini, semoga bermanfaat.


DAFTAR PUSTAKA

Albert Hourani, A History of The Arab Peopls, cet. 1 (Cambridge: Belknap Press of Harvard University Press, 1992). Hlm.17.
Ira M. Lapidus, A History of Societies, cet. X (Cambridge: Cambridge University Press, 1995), hlm. 24.
A. Guillaume, The Life of Muhammad, A Translation of ibn Ishaq’s Sirat Rasul Allah, cet. III (Karachi: Pakistan Branch University Press, 1970), hlm. nx-no



Tidak ada komentar:

Posting Komentar