1.
PENGERTIAN KEBUDAYAAN
Budaya atau
kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan
bentuk
jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan
dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa
Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata LatinColere,
yaitu
mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah
atau
bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam
bahasa
Indonesia.
1.1.
Definisi budaya
Budaya
adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
terbentuk dari
banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat
istiadat,
bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana
juga
budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga
banyak
orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika
seseorang
berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan
menyesuaikan
perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya
adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak,
dan
luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.
Unsur-unsur
sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Beberapa
alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan
orang dari
budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu
perangkat rumit
nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung
pandangan
atas keistimewaannya sendiri.”Citra yang memaksa” itu mengambil
bentuk-bentuk
berbeda dalam berbagai budaya seperti “individualisme kasar” di Amerika,
“keselarasan individu dengan alam” di Jepang dan “kepatuhan kolektif”di
Cina.
Citra budaya
yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan
pedoman
mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis
yang
dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh
rasa
bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
Dengan
demikian, budaya lah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk
mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan
perilaku
orang lain.
2. SESEORANG
MENEMUKAN NILAI- NILAI YANG DI ANUT
Nilai sosial
adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang
dianggap baik
dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat.
Untuk
menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak
pantas
harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh
kebudayaan yang dianut masyarakat. Tak heran apabila antara masyarakat
yang
satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai
Ciri-ciri
pembentukan nilai-nilai sosial yang di anut:
- Merupakan
konstruksi masyarakat sebagai hasil interaksi antar warga
masyarakat.
- Disebarkan
di antara warga masyarakat (bukan bawaan lahir).
- Terbentuk
melalui sosialisasi (proses belajar)
- Merupakan
bagian dari usaha pemenuhan kebutuhan dan kepuasan sosial manusia.
- Bervariasi
antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain. Dapat
memengaruhi
pengembangan diri sosial
- Memiliki
pengaruh yang berbeda antar warga masyarakat.
- Cenderung
berkaitan satu sama lain.
Berdasarkan
ciri-cirinya, nilai sosial dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu nilai
dominan
dan nilai mendarah daging (internalized value).
Nilai
dominan adalah nilai yang dianggap lebih penting daripada nilai lainnya.
Ukuran
dominan tidaknya suatu nilai didasarkan pada hal-hal berikut.
Banyak orang
yang menganut nilai tersebut. Contoh, sebagian besar anggota masyarakat
menghendaki perubahan ke arah yang lebih baik di segala bidang, seperti
politik, ekonomi, hukum, dan sosial.
Berapa lama
nilai tersebut telah dianut oleh anggota masyarakat.
Tinggi
rendahnya usaha orang untuk dapat melaksanakan nilai tersebut. Contoh,
orang
Indonesia pada umumnya berusaha pulang kampung (mudik) di hari-hari
besar
keagamaan, seperti Lebaran atau Natal.
Prestise
atau kebanggaan bagi orang yang melaksanakan nilai tersebut. Contoh,
memiliki
mobil dengan merek terkenal dapat memberikan kebanggaan atau prestise
tersendiri.
2.1. Nilai
mendarah daging (internalized value)
Nilai
mendarah daging adalah nilai yang telah menjadi kepribadian dan
kebiasaan
sehingga ketika seseorang melakukannya kadang tidak melalui proses
berpikir
atau pertimbangan lagi (bawah sadar). Biasanya nilai ini telah
tersosialisasi
sejak seseorang masih kecil. Umumnya bila nilai ini tidak dilakukan, ia
akan
merasa malu, bahkan merasa sangat bersalah. Contoh, seorang kepala
keluarga
yang belum mampu memberi nafkah kepada keluarganya akan merasa sebagai
kepala
keluarga yang tidak bertanggung jawab. Demikian pula, guru yang melihat
siswanya gagal dalam ujian akan merasa gagal dalam mendidik anak
tersebut.
Bagi
manusia, nilai berfungsi sebagai landasan, alasan, atau motivasi dalam
segala
tingkah laku dan perbuatannya. Nilai mencerminkan kualitas pilihan
tindakan dan
pandangan hidup seseorang dalam masyarakat. Menurut Notonegoro, nilai
sosial
terbagi 3, yaitu:
- Nilai
material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi fisik/jasmani
seseorang.
- Nilai
vital, yaitu segala sesuatu yang mendukung aktivitas seseorang.
- Nilai
kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jiwa/psikis
seseorang.
3. PENGARUH
KEBUDAYAAN TERHADAP PERILAKU KONSUMEN
Pengertian
perilaku konsumen menurut Shiffman dan Kanuk (2000) adalah perilaku yang
diperhatikan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi
dan
mengabaikan produk, jasa, atau ide yang diharapkan dapat memuaskan
konsumen
untuk dapat memuaskan kebutuhannya dengan mengkonsumsi produk atau jasa
yang
ditawarkan.
Selain itu
perilaku konsumen menurut Loudon dan Della Bitta (1993) adalah proses
pengambilan keputusan dan kegiatan fisik individu-individu yang semuanya
ini
melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan, menggunakan, atau
mengabaikan
barang-barang dan jasa-jasa.
Menurut
Ebert dan Griffin (1995) consumer behavior dijelaskan sebagai upaya
konsumen
untuk membuat keputusan tentang suatu produk yang dibeli dan
dikonsumsi.
3.1. Model
perilaku konsumen
Konsumen
mengambil banyak macam keputusan membeli setiap hari. Kebanyakan
perusahaan
besar meneliti keputusan membeli konsumen secara amat rinci untuk
menjawab
pertanyaan mengenai apa yang dibeli konsumen, dimana mereka membeli,
bagaimana
dan berapa banyak mereka membeli, serta mengapa mereka membeli.
Pertanyaan
sentral bagi pemasar: Bagaimana konsumen memberikan respon terhadap
berbagai
usaha pemasaran yang dilancarkan perusahaan? Perusahaan benar−benar
memahami
bagaimana konsumen akan memberi respon terhadap sifat-sifat produk,
harga dan
daya tarik iklan yang berbeda mempunyai keunggulan besar atas pesaing.
3.2. Faktor
Budaya
Faktor
budaya memberikan pengaruh paling luas dan dalam pada perilaku konsumen.
Pengiklan harus mengetahui peranan yang dimainkan oleh budaya, sub
budaya dan
kelas social pembeli. Budaya adalah penyebab paling mendasar dari
keinginan dan
perilaku seseorang.
Budaya
merupakan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku
yang
dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga
penting
lainnya. Setiap kebudayaan terdiri dari sub budaya – sub budaya yang
lebih
kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik
untuk
para anggotanya. Sub budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis:
kelompok
nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis. Banyak
sub
budaya membentuk segmen pasar penting dan pemasar seringkali merancang
produk
dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.
Kelas-kelas
sosial adalah masyarakat yang relatif permanen dan bertahan lama dalam
suatu
masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotaannya mempunyai
nilai,
minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial bukan ditentukan oleh satu
faktor
tunggal, seperti pendapatan, tetapi diukur dari kombinasi pendapatan,
pekerjaan, pendidikan, kekayaan dan variable lain.
3.3.
Pengaruh Budaya Yang Tidak Disadari
Dengan
adanya kebudayaan, perilaku konsumen mengalami perubahan . Dengan
memahami
beberapa bentuk budaya dari masyarakat, dapat membantu pemasar dalam
memprediksi penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Pengaruh budaya
dapat
mempengaruhi masyarakat secara tidak sadar. Pengaruh budaya sangat alami
dan
otomatis sehingga pengaruhnya terhadap perilaku sering diterima begitu
saja.
Ketika kita ditanya kenapa kita melakukan sesuatu, kita akan otomatis
menjawab,
“ya karena memang sudah seharusnya seperti itu”. Jawaban itu sudah
berupa
jawaban otomatis yang memperlihatkan pengaruh budaya dalam perilaku
kita.
Barulah ketika seseorang berhadapan dengan masyarakat yang memiliki
budaya,
nilai dan kepercayaan yang berbeda dengan mereka, lalu baru menyadari
bahwa budaya
telah membentuk perilaku seseorang. Kemudian akan muncul apresiasi
terhadap
budaya yang dimiliki bila seseorang dihadapan dengan budaya yang
berbeda.
Misalnya, di
budaya yang membiasakan masyarakatnya menggosok gigi dua kali sehari
dengan
pasta gigi akan merasa bahwa hal itu merupakan kebiasaan yang baik bila
dibandingkan dengan budaya yang tidak mengajarkan masyarakatnya
menggosok gigi
dua kali sehari. Jadi, konsumen melihat diri mereka sendiri dan bereaksi
terhadap lingkungan mereka berdasarkan latar belakang kebudayaan yang
mereka
miliki. Dan, setiap individu akan mempersepsi dunia dengan kacamata
budaya
mereka sendiri.
3.4.
Pengaruh Budaya dapat Memuaskan Kebutuhan
Budaya yang
ada di masyarakat dapat memuaskan kebutuhan masyarakat. Budaya dalam
suatu
produk yang memberikan petunjuk, dan pedoman dalam menyelesaikan masalah
dengan
menyediakan metode “Coba dan buktikan” dalam memuaskan kebutuhan
fisiologis,
personal dan sosial. Misalnya dengan adanya budaya yang memberikan
peraturan
dan standar mengenai kapan waktu kita makan, dan apa yang harus dimakan
tiap
waktu seseorang pada waktu makan. Begitu juga hal yang sama yang akan
dilakukan
konsumen misalnya sewaktu mengkonsumsi makanan olahan dan suatu obat.
3.5.
Pengaruh Budaya dapat Dipelajari
Budaya dapat
dipelajari sejak seseorang sewaktu masih kecil, yang memungkinkan
seseorang
mulai mendapat nilai-nilai kepercayaan dan kebiasaan dari lingkungan
yang
kemudian membentuk budaya seseorang. Berbagai macam cara budaya dapat
dipelajari. Seperti yang diketahui secara umum yaitu misalnya ketika
orang
dewasa dan rekannya yang lebih tua mengajari anggota keluarganya yang
lebih
muda mengenai cara berperilaku. Ada juga misalnya seorang anak belajar
dengan
meniru perilaku keluarganya, teman atau pahlawan di televisi. Begitu
juga dalam
dunia industri, perusahaan periklanan cenderung memilih cara
pembelajaran
secara informal dengan memberikan model untuk ditiru masyarakat.
Misalnya
dengan adanya pengulangan iklan akan dapat membuat nilai suatu produk
dan pembentukan
kepercayaan dalam diri masyarakat. Seperti biasanya iklan sebuah produk
akan
berupaya mengulang kembali akan iklan suatu produk yang dapat menjadi
keuntungan dan kelebihan dari produk itu sendiri. Iklan itu tidak hanya
mampu
mempengaruhi persepsi sesaat konsumen mengenai keuntungan dari suatu
produk,
namun dapat juga mempengaruhi persepsi generasi mendatang mengenai
keuntungan
yang akan didapat dari suatu kategori produk tertentu.
3.6.
Pengaruh Budaya yang Berupa Tradisi
Tradisi
adalah aktivitas yang bersifat simbolis yang merupakan serangkaian
langkah-langkah (berbagai perilaku) yang muncul dalam rangkaian yang
pasti dan
terjadi berulang-ulang. Tradisi yang disampaikan selama kehidupan
manusia, dari
lahir hingga mati. Hal ini bisa jadi sangat bersifat umum. Hal yang
penting
dari tradisi ini untuk para pemasar adalah fakta bahwa tradisi cenderung
masih
berpengaruh terhadap masyarakat yang menganutnya. Misalnya yaitu natal,
yang
selalu berhubungan dengan pohon cemara. Dan untuk tradisi-tradisi
misalnya
pernikahan, akan membutuhkan perhiasan-perhiasan sebagai perlengkapan
acara
tersebut.
4. STRUKTUR
KONSUMSI
Secara
matematis struktur konsumsi yaitu menjelaskan bagaimana harga beragam
sebagai
hasil dari keseimbangan antara ketersediaan produk pada tiap harga
(penawaran)
dengan kebijakan distribusi dan keinginan dari mereka dengan kekuatan
pembelian
pada tiap harga (permintaan). Grafik ini memperlihatkan sebuah
pergeseran ke
kanan dalam permintaan dari D1 ke D2bersama dengan peningkatan harga dan
jumlah
yang diperlukan untuk mencapai sebuah titik keseimbangan (equibilirium)
dalam
kurva penawaran (S).
5. DAMPAK
NILAI- NILAI INTI TERHADAP PEMASAR
5.1.
Kebutuhan
Konsep dasar
yang melandasi pemasaran adalah kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia
adalah pernyataan
dari rasa kehilangan, dan manusia mempunyai banyak kebutuhan yang
kompleks.
Kebutuhan manusia yang kompleks tersebut karena bukan hanya fisik
(makanan,
pakaian, perumahan dll), tetapi juga rasa aman, aktualisasi diri,
sosialisasi,
penghargaan, kepemilikan. Semua kebutuhan berasal dari masyarakat
konsumen,
bila tidak puas konsumen akan mencari produk atau jasa yang dapat
memuaskan
kebutuhan tersebut.
5.2.
Keinginan
Bentuk
kebutuhan manusia yang dihasilkan oleh budaya dan kepribadian individual
dinamakan
keinginan. Keinginan digambarkan dalam bentuk obyek yang akan memuaskan
kebutuhan mereka atau keinginan adalah hasrat akan penawar kebutuhan
yang
spesifik. Masyarakat yang semakin berkembang, keinginannya juga semakin
luas,
tetapi ada keterbatasan dana, waktu, tenaga dan ruang, sehingga
dibutuhkan
perusahaan yang bisa memuaskan keinginan sekaligus memenuhi kebutuhan
manusia
dengan menembus keterbatasan tersebut, paling tidak meminimalisasi
keterbatasan
sumber daya. Contoh : manusia butuh makan, tetapi keinginan untuk
memuaskan
lapar tersebut tergantung dari budayanya dan lingkungan tumbuhnya. Orang
Yogya
akan memenuhi kebutuhan makannya dengan gudeg, orang Jepang akan
memuaskan
keinginannya dengan makanan sukayaki dll.
5.3.
Permintaan
Dengan keinginan
dan kebutuhan serta keterbatasan sumber daya tersebut, akhirnya manusia
menciptakan permintaan akan produk atau jasa dengan manfaat yang paling
memuaskan. Sehingga muncullah istilah permintaan, yaitu keinginan
manusia akan
produk spesifik yang didukung oleh kemampuan dan ketersediaan untuk
membelinya.
6. PERUBAHAN
NILAI
Budaya juga
perlu mengalami perubahan nilai. Ada beberapa aspek dari perlunya
perluasan
perubahan budaya yaitu :
a). Budaya
merupakan konsep yang meliputi banyak hal atau luas. Hal tersebut
termasuk
segala sesuatu dari pengaruh proses pemikiran individu dan perilakunya.
Ketika
budaya tidak menentukan sifat dasar dari frekuensi pada dorongan
biologis
seperti lapar, hal tersebut berpengaruh jika waktu dan cara dari
dorongan ini akan
memberi kepuasan.
b). Budaya
adalah hal yang diperoleh. Namun tidak memaksudkan mewarisi respon dan
kecenderungan. Bagaimanapun juga, bermula dari perilaku manusia
tersebut.
c).
Kerumitan dari masyarakat modern yang merupakan kebenaran budaya yang
jarang
memberikan ketentuan yang terperinci atas perilaku yang tepat.
6.1. Variasi
nilai perubahan dalam nilai budaya terhadap pembelian dan konsumsi
Nilai budaya
memberikan dampak yang lebih pada perilaku konsumen dimana dalam hal ini
dimasukkan kedalam kategori-kategori umum yaitu berupa orientasi
nilai-nilai
lainnya yaitu merefleksi gambaran masyarakat dari hubungan yang tepat
antara
individu dan kelompok dalam masyarakat. Hubungan ini mempunyai pengaruh
yang
utama dalam praktek pemasaran. Sebagai contoh, jika masyarakat menilai
aktifitas kolektif, konsumen akan melihat kearah lain pada pedoman dalam
keputusan pembelanjaan dan tidak akan merespon keuntungan pada seruan
promosi
untuk “menjadi seorang individual”. Dan begitu juga pada budaya yang
individualistik.
Sifat dasar dari nilai yang terkait ini termasuk individual/kolektif,
kaum
muda/tua, meluas/batas keluarga, maskulin/feminim, persaingan/kerjasama,
dan
perbedaan/keseragaman.
6.2.
Individual/kolektif
Budaya
individualis terdapat pada budaya Amerika, Australia, Inggris, Kanada,
New
Zealand, dan Swedia. Sedangkan Taiwan, Korea, Hongkong, Meksiko, Jepang,
India,
dan Rusia lebih kolektifis dalam orientasi mereka. Nilai ini adalah
faktor
kunci yang membedakan budaya, dan konsep diri yang berpengaruh besar
pada
individu. Tidak mengherankan, konsumen dari budaya yang memiliki
perbedaan
nilai, berbeda pula reaksi mereka pada produk asing, iklan, dan sumber
yang
lebih disukai dari suatu informasi. Seperti contoh, konsumen dari Negara
yang
lebih kolektifis cenderung untuk menjadi lebih suka meniru dan kurang
inovatif
dalam pembelian mereka dibandingkan dengan budaya individualistik. Dalam
tema
yang diangkat seperti ” be your self” dan “stand out”, mungkin lebih
efektif di
negara amerika tapi secara umum tidak di negara Jepang, Korea, atau
Cina.
6.3. Usia
muda/tua
Dalam hal
ini apakah dalam budaya pada suatu keluarga, anak-anak sebagai kaum muda
lebih
berperan dibandingkan dengan orang dewasa dalam pembelian. Dengan kata
lain
adalah melihat faktor budaya yang lebih bijaksana dalam melihat sisi
dari peran
usia. Seperti contoh di Negara kepulauan Fiji, para orang tua memilih
untuk
menyenangkan anak mereka dengan membeli suatu barang. Hal ini berbeda
dengan
para orang tua di Amerika yang memberikan tuntutan yang positif bagi
anak
mereka. Disamping itu, walaupun Cina memiliki kebijakan yang
mengharuskan untuk
membatasi keluarga memiliki lebih dari satu anak, tetapi bagi budaya
mereka
anak merupakan “kaisar kecil” bagi mereka. Jadi, apapun yang mereka
inginkan akan
segera dipenuhi. Dengan kata lain, penting untuk diingat bahwa segmen
tradisional dan nilai masih berpengaruh dan pera pemasar harus
menyesuaikan
bukan hanya pada lintas budaya melainkan juga pada budaya didalamnya.
6.4.
Luas/batasan keluarga
Yang dimaksud
disini adalah bagaimana keluarga dalam suatu budaya membuat suatu
keputusan
penting bagi anggota keluarganya. Dengan kata lain apakah peran orang
dewasa
(orang tua) memiliki kebijakan yang lebih dalam memutuskan apa yang
terbaik
bagi anaknya. Atau malah sebaliknya anak-anak memberi keputusan sendiri
apa
yang terbaik bagi diri mereka sendiri. Dan bisa dikatakan juga bahwa
pengaruh
pembelian oleh orang tua akan berpengaruh untuk seterusnya pada anak.
Seperti
contoh pada beberapa budaya yaitu seperti di Meksiko, sama halnya dengan
Amerika, peran orang dewasa sangat berpengaruh. Para orang tua lebih
memiliki
kecenderungan dalam mengambil keputusan dalam membeli. Begitu juga para
orang
dewasa muda di Thailand yang hidup sendiri diluar dari orang tua atau
keluarga
mereka. Tetapi ketergantungan dalam membeli masih dipengaruhi oleh orang
tua
maupun keluarga mereka. Yang lain halnya di India, sesuatu hal yang akan
dibeli
diputuskan bersama-sama dalam satu keluarga yaitu seperti diskusi
keluarga
diantara mereka.
SUMBER
:
http://setevy.wordpress.com/2011/12/01/pengaruh-kebudayaan-terhadap-pembelian-dan-konsumsi/